SRAGEN - Di wilayah kabupaten Sragen memang banyak sekali tempat bersejarah yang tidak sedikit pula menyimpan misteri dan sejarah yang mengandung filosofi-filosofi, dan erat dengan aroma mistis didalamnya.
Petilasan jaman dahulu adalah tempat/bentuk yang dibuat dengan tujuan utama sebagai media keagamaan, yaitu sarana dalam memuja Tuhan atau keyakinannya.
“Watu Tumpang”, nama sebuah batu yang berlokasi di Dukuh Tumpang, Desa Gilirejo Lama, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen ini belum banyak diketahui oleh masyarakat di Sragen. Ya, memang belum banyak yang tahu, karena tempatnya saja jauh dari pusat kota dan berada di ujung barat wilayah Sragen, jalur ke utara juga menembus ke arah waduk Kedung Ombo.
Selama ini warga sekitar menyakini bahwa batu tersebut merupakan sebuah petilasan, dipercaya dulunya merupakan tempat bertapa dan jadi singgah para musafir yang sedang menjalankan lelakunya.
Warga sekitar masih “nguri-uri” tempat ini, bahkan di hari tertentu dijadikan tempat untuk acara sedekah bumi atau masyarakat Jawa biasa menyebutnya dengan istilah Nyadran sodakoh saling berbagai makanan.
Warga masyarakat beranggapan, mereka melakukan kegiatan tersebut sebagai wujud menghormati budaya leluhur.
Konon, menurut warga di “Watu Tumpang” ini pada malam hari tertentu sering terdengar alunan tembang atau lagu-lagu Gamelan Jawa.
Salah satu tokoh, Suparjo Kepala Desa Gilirejo Lama, yang kebetulan rumahnya berada tepat di samping Watu Tumpang menguraikan bahwa selama ini warga masih menguri-uri tempat tersebut, kearifan lokal masih dijaga betul-betul.
Baca juga:
Sejarah Kerajaan Kediri
|
Mengenai mitos dari batu tersebut Kades Suparjo mengatakan bahwa ia pun sedikit banyak mendapatkan dari cerita turun temurun, maka hingga sampai saat ini warga masih menghargainya sebagai wujud cinta terhadap budaya.
“Terdapat versi dari cerita, yakni Watu Tumpang yang benar adalah Selo Tumpang, Selo artinya batu, tumpang karena dulu watu tersebut bertumpuk-tumpuk atau tersusun. Namun karena termakan oleh alam, maka tumpangan itu jugrug atau longsor ke Utara dan Selatan. Selo Tumpang dulu oleh Mbah Karto Mulyo dinamakan pesangrahan "SIDOMULYO, ” terang Suparjo.
Saat dikonfirmasi awak media, terkait arah lokasi tersebut untuk bisa dijadikan destinasi wisata, Kades Suparjo menyampaikan kemungkinan tidak ada kearah situ.
“Kalau kearah destinasi wisata sementara kemungkinan sih enggak, tapi mungkin untuk tempat berdo`a pribadi-pribadi memang iya, ” pungkasnya. (Sugiyanto/tim)